Prespektif

1.
"Aku mau beli es krim mcd"

"Aku tebak, mc flurry choco oreo?"

Senyumku langsung merekah ketika ia menyebutkan salah satu varian rasa es krim terenak itu. Bagaimana mungkin ia tahu kesukaanku?

2.
"Awas hati-hati! Sini tanganmu!"

"Tidak usah, aku bisa sendiri"

Padahal tangga itu tampak mudah untuk dinaiki, mengapa ia memaksa memegang tanganku?

3.
"Ayo kamu makan! Mau aku pesankan?"

"Tidak, aku belum lapar"

Aku berpura-pura batuk untuk menyembunyikan senyumku. Benarkah dia baru saja menyuruhku untuk makan?

4.
"Aku ngga mau jalan sebelum safety belt-mu dipakai."

"Iya"

Lalu, kutengokkan kepalaku ke arah jendela mobil. Padahal, kami hanya akan pergi ke minimarket depan. Apa yang membuat ia begitu perhatian?

5.
"Jangan terlalu capek, nanti kamu sakit!"

"Iya"

Tangannya langsung melingkar di pundakku, setelah sebelumnya mengacak-acak rambutku. Apakah ia tengah menunjukkan tanda-tanda?

Mungkin saja, dia suka padaku.

---------

1.
"Aku mau beli es krim mcd"

"Aku tebak, mc flurry choco oreo?"

Kulihat bibirnya mulai tersenyum. Ah, memang varian rasa itu yang paling disuka khalayak umum. Sepertinya memang rasanya enak, buktinya ia juga menyukainya.

2.
"Awas hati-hati! Sini tanganmu!"

"Tidak usah, aku bisa sendiri"

Di depan ada tangga dengan pegangan yang lapuk. Jika ia memegangnya pasti kami semua akan tertimpa bambunya. Mungkin sebaiknya aku mencegah tangannya lebih dulu.

3.
"Ayo kamu makan! Mau aku pesankan?"

"Tidak, aku belum lapar"

Uang di dompetku tinggal selembar dan aku masih lapar. Andaikan saja dia mau makan, mungkin aku diperbolehkan meminta sepotong tempe.

4.
"Aku ngga mau jalan sebelum safety belt-mu dipakai."

"Iya"

Mobil ini berbeda dengan mobil ayahku. Alarm sabuk pengamannya ternyata untuk pengemudi dan penumpang di kursi depan. Dan bunyinya berisik sekali! Aku kan mau mendengarkan lagu.

5.
"Jangan terlalu capek, nanti kamu sakit!"

"Iya"

Kulihat wajahnya mulai pucat pasi. Memang, wajar untuk orang yang sudah berjalan kaki sejauh ini. Aku langsung merangkul badannya yang sudah sempoyongan. Jangan sampai ia pingsan, pasti lebih merepotkan!

Ah, ia mengingatkanku pada adik perempuanku.

Malang, 21 Desember 2017
10.50 AM

Popular posts from this blog

Letters That Were Never Sent (Part 3)

Letters That Were Never Sent (Part 1)

Laporan Pertanggungjawaban: Edukasi Korupsi Sejak Dini?