Letters That Were Never Sent (Part 1)

Ditulis di Tangerang, 22 Oktober 2022


Halo Gallivanter!


Saya lebih suka memanggilmu gallivanter daripada traveler, karena saya rasa makna nya lebih tepat untuk menggambarkan ‘kamu’. Benar, kamu tidak salah baca, saya memang menambahkan tanda kutip satu di awal dan akhir kata ‘kamu’, karena ‘kamu’ yang saya kenal selama ini adalah apa yang kamu pilih untuk tampilkan. Apakah ‘kamu’ adalah kamu yang sebenarnya? Saya tidak tahu. Tapi yang jelas, ‘kamu’ telah berhasil membuat saya menulis ini.


Omong-omong, ini makna gallivanting menurut Cambridge Dictionary:


/ˈɡæl·əˌvænt/ to visit or go to a lot of different places, enjoying yourself and having few worries or responsibilities.


Nah, sekarang kamu paham kan mengapa saya memanggilmu dengan sebutan itu?


Saya tidak takut menulis panjang-panjang, karena saya yakin kamu suka membaca, dan pasti akan membaca tulisan ini sampai kalimat terakhir. Tulisan ini saya tulis di malam hari ulang tahunmu dan saya tidak tahu apakah saya punya keberanian untuk menyampaikannya ketika tulisan ini selesai.


Dua hari lalu, saya baru menyelesaikan “The Alchemist”-nya Paulo Coelho, dan tebak apa yang pertama kali terbersit di benak saya: Rai. Entah apa yang membuat Santiago bisa terkaitkan dengan seorang Rai, tapi hal itu dapat mendorong saya pergi ke toko buku dekat rumah pagi ini dan membeli satu eksemplar buku yang sama untuk saya berikan kepada kamu.


Dungunya, ketika saya baru saja selesai membayarnya di kasir, otak saya baru berpikir dengan jernih: “Apa yang membuat kamu yakin kalau Rai belum pernah membacanya?”. Kemudian saya menertawakan kebodohan ini dalam hati. Tentu saja orang sepertimu pasti sudah membaca The Alchemist! Bahkan mungkin sudah 3-5 kali, hingga kamu sudah dapat memerankan Melkisedek jika suatu komunitas teater memutuskan untuk memproduksi adaptasi novel ini ke dalam drama.


Jadi, meskipun 99,5% dari diri saya yakin buku ini tidak akan membuat kamu terpukau, tentu saja karena kamu sudah hafal ceritanya, 0,05% sisanya masih berharap bahwa ketika kamu membacanya dulu, kamu meminjam buku temanmu sehingga matamu tetap berbinar ketika membuka plastik pembungkus buku ini. Atau mungkin buku milikmu tertinggal di Aceh, sehingga kamu tetap akan meletakkannya ke dalam rak buku di kamarmu atau menjinjingnya ketika kamu naik kereta api menuju entah kemana.


Namun, jika Allah tidak mengabulkan 0,05% harapan saya, dan kamu kecewa, mungkin buku ini adalah rezeki untuk orang-orang hebat yang kelak kamu temui di perjalananmu selanjutnya.


Selamat ulang tahun! Tetap menjadi Rai yang menginspirasi!

Begitu cara saya mengucapkan ulang tahun kepada kamu hari ini. Sebenarnya banyak doa yang ingin saya sampaikan, tapi akhirnya saya urungkan karena sepertinya lebih baik saya doakan sendiri malam ini kepada penciptamu. Harusnya tetap ampuh ya? Karena diutarakan sama-sama dari hati.


Seseorang pernah berkata kepada saya, hadiah terbaik yang dapat diberikan oleh seorang penulis kepada seseorang adalah tulisannya. Menurut saya, kalimat tersebut kurang lengkap, karena sejatinya apalah artinya memberikan sebuah tulisan, jika makna nya sendiri tak dapat tersampaikan?


Tulisan seorang penulis akan menjadi hadiah terbaik, apabila ia menulisnya secara khusus untuk seseorang yang ia harapkan menjadi pembacanya. Karena bukan saja menjadikan si pembaca sebagai buah pikiran (yang tentu saja akan selalu melekat di dalam benaknya selama proses penulisan), tetapi juga menjadikan sosok si pembaca itu hidup selamanya dalam tulisannya. Dan entah berapa ratus kali penulis itu membaca tulisannya, saya berani menjamin, perasaan yang ia miliki saat menulis akan tetap sama, terperangkap dalam tulisannya.


Saya pernah menulis bertahun-tahun yang lalu, sebelum akhirnya mimpi itu saya kubur dalam-dalam karena ketakutan saya akan ketidakpastian. Sampai akhirnya saya berani menulis lagi ketika bertemu kamu.


Halo Gallivanter, saya berterima kasih kepada Allah karena mengizinkan jalan kita bertemu di kehidupan ini. Terima kasih telah membagikan hal-hal baik untuk orang-orang disekelilingmu. Terima kasih sudah mengabadikan hasil perjalananmu dan membagikannya kepada orang lain. Terima kasih sudah ada di dunia ini.


Mungkin kamu tidak pernah menyadari bahwa apa yang telah kamu lakukan benar-benar menjadi inspirasi bagi saya dalam memulai hal baru yang tidak akan pernah saya bayangkan bahwa saya bisa melakukannya. Serta kembali membuka hal lama yang telah saya tinggalkan karena saya tidak pernah percaya bahwa hal tersebut bisa bertahan lama.


Kamu dapat membuat sebuah ketidakpastian dan ketidakmungkinan menjadi hal yang menyenangkan dan dapat digapai. Hal yang mungkin tidak dapat dilakukan sebagian orang, karena sejatinya manusia selalu membanggakan pencapaiannya yang mungkin sulit untuk dicapai oleh orang lain, tetapi kamu mampu mengemas pencapaianmu menjadi sebuah ajakan yang persuasif.


Terlihat hiperbola memang, tetapi ketahuilah, jika dalam bulan-bulan kedepan kamu melihat banyak orang datang menemui saya untuk berolahraga bersama, itu semua karenamu. Dan pahamilah hal ini: saya benar-benar menerapkan apa yang kau lakukan.


Selamat ulang tahun Rai,

Saya selalu berdoa hal-hal baik tentangmu.

Semoga apa yang kamu inginkan di dunia ini dapat segera tercapai.


:)

Popular posts from this blog

Letters That Were Never Sent (Part 3)

Letters That Were Never Sent (Part 2)