Saya, Seni, dan Teknik

Saya tidak terlalu suka pada pembinaan.
Saya tidak bisa berforum, menyusun suatu konsep, menanamkan nilai-nilai, atau menyusun latar belakang dan memilih metode serta alur untuk mengarahkan anak orang.

Agak aneh memang, karena tipikal “orang-orang teknik” menurut pandangan khalayak adalah orang yang seperti saya sebutkan di atas. Mungkin itu sebabnya mengapa saya tidak pernah disebut “orang teknik”, karena apa yang saya kerjakan di tempat ini bukan termasuk hal yang ingin dilihat oleh orang banyak, dan dianggap sebagai stereotipe teknik; angkatan, lembaga, senior, terutama dari jurusan saya.

Harusnya tulisan ini bukan tentang saya, tetapi rasa-rasanya tidak sopan jika saya langsung menceritakan suatu kisah tanpa memperkenalkan diri terlebih dahulu. Lagipula, antara saya dan apa yang ingin saya kisahkan juga saling berkesinambungan.
Nama saya Putri Rahayu, sebenarnya panggilannya Putri. Namun, karena username instagram saya yang sepertinya unik, beberapa orang memanggil saya Pux. Saya mahasiswi tingkat ketiga dari jurusan dengan jumlah perempuan paling sedikit di Fakultas Teknik. Hal paling menonjol dari diri saya adalah, saya sangat cinta pada seni. Seni apapun; teater, tari, monolog, puisi, prosa, fotografi, menyanyi, melukis, dan sebagainya. Meskipun saya tidak dapat melakukan semua cabang seni –hanya menari dan menulis, itupun tidak handal– tetapi saya tetap mencintai yang lainnya. Jika kita tidak dapat menjadi pekerja, kita masih bisa menjadi penikmat bukan?

Kontribusi saya di tempat ini sebenarnya sudah cukup lama, tetapi mungkin tidak begitu terlihat karena lagi-lagi yang saya kerjakan bukanlah hal yang dianggap penting dan menonjol oleh kebanyakan orang. Seperti yang saya katakan pada baris pertama dalam tulisan ini, saya benar-benar tidak suka pada pembinaan; dalam bentuk apapun. Namun, bukan berarti saya tidak mau mengikuti serangkaiannya, saya hanya tidak ingin terlibat terlalu jauh karena prinsip saya, bahwa saya tidak berhak untuk membenarkan orang lain, sementara saya sendiri masih belum benar–bertentangan dengan itu. Jadi, keterlibatan saya dalam program kerja pembinaan hanyalah semata-mata karena teman-teman saya membutuhkan bantuan. Saya sadar betul ranah kerja saya bukan disitu, tetapi saya harus tetap membantu.

Pertama kali saya bekerja untuk minat dan bakat adalah saat Olimpiade Brawijaya 2015. Kebetulan saya dipercaya menjadi manager untuk lima cabang lomba; Debat Bahasa Inggris, Debat Bahasa Indonesia, Newscasting, Menulis Puisi, dan Membaca Puisi. Sebenarnya saat itu saya agak sedikit kesal dengan Ketua Bidang PSDM Kontingen OB, yang ternyata sekarang malah menjadi sahabat saya, karena menyepelekan beberapa cabang lomba dan menganggapnya dapat dijadikan satu dan dipegang oleh satu orang. Bagaimana tidak? Semua orang berebut untuk menjadi manager cabang lomba besar seperti basket, futsal, dan voli. Namun, ketika dimintai tolong untuk mengurusi cabang lomba kecil, satupun tidak ada yang berminat. Memang tak dapat dipungkiri, pride yang dimiliki oleh manager basket dan manager puisi sudah jelas berbeda. Contoh konkritnya, setiap kali pertandingan basket digelar, beratus-ratus orang datang memenuhi tempat duduk di GOR Pertamina, sementara saat lomba baca puisi diadakan... apakah ada yang menyaksikannya selain manager, official, dan teman-temannya sendiri?

Menjadi manager dari kelima cabang lomba tersebut, membuat saya mau tak mau sering mengobrol dengan atlet dan artis saya. Dan tidak disangka-sangka, diantara mereka ada yang sudah pernah menerbitkan buku, sering ikut serta dalam perlombaan nasional maupun internasional, bahkan meraih juara tingkat provinsi sampai internasional. Sangat disayangkan bakat serta prestasi mereka tidak pernah terekspos di Teknik. Bahkan sebagian dari mereka berpendapat, bahwa Teknik seperti acuh tak acuh dalam mewadahi minat dan bakat yang dimiliki oleh mahasiswanya. Rasa-rasanya Teknik lebih bangga memiliki orang-orang yang pandai berforum dan berkontribusi dalam program kerja “andalan”, ketimbang mengurusi cabang-cabang kecil seperti mereka. Hal tersebut membuat orang-orang seperti mereka mencari wadah di luar, bahkan ada yang memilih untuk tidak melanjutkan hobi serta minatnya, karena kurangnya fasilitas di Teknik ini.

Saat mendengar hal itu, saya bukanlah orang yang memiliki kuasa ataupun kemampuan untuk memperbaiki hal yang telah dan akan terjadi. Maka dari itu, sejak saat itu saya berjanji pada diri sendiri dan mereka untuk berusaha membantu. Hal pertama yang ingin saya lakukan adalah menunjukkan pada Teknik bahwa mereka yang diremehkan juga dapat berprestasi dalam Olimpiade Brawijaya 2015. Tak membuang waktu, saya pun mulai mengatur strategi, mencari pelatih yang berkompeten, dan berusaha semaksimal mungkin untuk memfasilitasi seluruh atlet dan artis yang tersebar dalam lima cabang lomba tersebut. Alhasil, syukur kepada Tuhan, dari kelima cabang lomba yang saya pegang, dua diantaranya mampu menyumbangkan medali; emas dan perunggu, serta ikut menghantarkan Fakultas Teknik meraih Juara II Olimpiade Brawijaya 2015.

Beberapa bulan setelah itu, koordinator angkatan saya menawari saya menjadi manager tari tradisional untuk lomba tari antar fakultas, yaitu Gebyar Festival Tari 2015. Dengan masih memegang teguh janji pada diri sendiri yang telah saya utarakan, tanpa pikir panjang saya langsung menerima tawaran tersebut. Dapat dibilang keputusan yang saya ambil saat itu merupakan keputusan terbaik sekaligus tersulit. Karena kemudian banyak masalah-masalah yang saya hadapi, mulai dari sulitnya mengatur jadwal latihan, rasa segan karena tiga per empat anggota kontingen yang saya pegang berasal dari angkatan 2013; yang mana saya harus tetap marah ketika mereka berbuat salah, kurangnya sarana dan prasarana penunjang yang disediakan oleh Teknik, dan segelintir masalah-masalah lainnya. Tak bohong, saya pun juga sempat menangis karena merasa akut, kalut, bingung, kesal, iba, tetapi juga bahagia, bangga, semangat, dan cinta.

Namun, seiring berjalannya waktu saya baru mengerti bahwa semua itu adalah proses yang harus dijalani. Proses yang mengakrabkan dan mendewasakan. Proses yang tak hanya membuat kami mampu menghasilkan suatu karya nyata, tetapi juga mampu membuat kami menjadi keluarga. Hanya saja, tak semua orang dapat melewati proses tersebut, banyak diantaranya yang memilih untuk pergi ditengah jalan karena masalah prioritas, ketidaknyamanan, atau bahkan merasa dibabukan. Namun, suka duka itulah yang menguatkan kami dan menghantarkan kami kepada Piala Juara III Gebyar Festival Tari 2015. Meskipun hanya Juara III saja, tetapi itu merupakan prestasi pertama dari tari tradisional Teknik setelah sekian lama. Alhamdulillah, saya sangat bahagia karena saya turut andil dalam mewujudkannya.

Sejak berakhirnya Gebyar Festival Tari 2015, beberapa orang dalam kontingen kemarin “menitipkan” tari tradisional teknik kepada saya. Maka dari itu, saya memutuskan untuk mengambil formulir Staff BEM FTUB saat dibuka pendaftaran. Saya masih ingat dengan jelas, saat itu divisi atau departemen yang saya pilih hanyalah Minat dan Bakat. Saya menulis “Komunitas Tari Tradisional Teknik” di kolom proker impian saya, disaat teman-teman saya yang lain mencoba berimajinasi setinggi-tingginya untuk mewujudkan suatu acara besar. Sementara tujuan saya dapat dikatakan sangat sederhana dan di luar prediksi.

Singkat cerita, saya pun diterima sebagai Staff Komisi Internal BEM FTUB. Lalu, untuk mempermudah tujuan awal saya, saya mengajukan diri menjadi Staff Ahli Komisi. Dan untung saja, disetujui oleh teman-teman staff yang lain serta dewan. Nah, disinilah kisah saya baru benar-benar dimulai.

Proker pertama saya sebagai Staff BEM FTUB adalah Pekan Seni Mahasiswa 2016. Sebenarnya saat dipercayai memegang proker ini, saya sedang membangun Kontingen Teater untuk mempersiapkan Lomba Festawijaya III antara Fakultas. Namun, tiba-tiba dewan menghibahkan PEKSIMA kepada saya dan sahabat saya – Kepala Bidang PSDM OB 2015 yang saya ceritakan sebelumnya. Saat itu kurang dari 2 bulan menuju hari-H, dan kami diharuskan mencari artis-artis berprestasi untuk 13 cabang lomba seni. Bagi kalian yang belum tahu, Pekan Seni Mahasiswa merupakan Lomba Kesenian Tahunan antar Fakultas se-Universitas Brawijaya, dimana seluruh pemenangnya akan dikirim mewakili UB ke tingkat provinsi sampai nasional. Dan bayangkan saja, lomba sebesar itu dipercayakan kepada kami dengan waktu kurang dari 2 bulan menjelang upacara pembukaan! Sinting!

Tapi pada akhirnya kami tetap menyanggupinya. Maka jadilah saya Ketua Kontingen Fakultas dan Kefas sebagai Wakil Ketua Kontingen untuk PEKSIMA 2016. Dengan waktu yang sangat sempit, cabang lomba yang cukup banyak, dan keterbatasan fasilitas serta sumber daya, kami diharuskan bekerja dengan sangat cepat dan tepat: mencari artis-artis, mencarikan pelatih untuk ketiga belas cabang lomba, menyewakan tempat latihan, mengumpulkan administrasi pendaftaran, proposal serta surat tugas dan dispensasi, mengatur jadwal latihan, hingga menyemangati saat mereka down atau kurang percaya diri. Dalam program kerja ini, saya manfaatkan untuk membuat inovasi baru. Saya memperkenalkan seluruh kontingen kami kepada KBMT melalui postingan di akun Official BEM FTUB, dengan harapan artis-artis kami akan lebih semangat dalam berkarya dan semakin banyak penonton yang akan menyaksikan mereka tampil. Tak lupa, saya selalu meng-update jadwal lomba, dan membuat twibbon yang harapannya akan digunakan oleh seluruh elemen KBMT sebagai tanda dukungan kepada PEKSIMA 2016. Dan, berhasil! Semakin banyak KBMT yang menyaksikan saat mereka tampil, membuat kepercayaan diri mereka meningkat pesat. Momen ini saya manfaatkan pula untuk menghidupkan euforia minat dan bakat di Teknik dengan mengaktifkan kembali akun Instagram OB 2015 dan menjadikannya akun @kontingenteknikub. Tujuannya agar seluruh informasi mengenai kegiatan dan lomba terkait minat dan bakat di FTUB dapat diakses dalam akun tersebut. Lagi-lagi ini pun berhasil! Sampai detik ini, akun @kontingenteknikub tetap aktif dan memberikan informasinya. Dan yah, hampir lupa, hasil dari PEKSIMA 2016: kami mendapatkan Juara II untuk kategori Vocal Solo Dangdut dan Juara III untuk kategori Desain Poster. Agak sedikit kecewa memang, tetapi mengingat singkatnya waktu persiapan yang ada, maka saya tetap sangat bangga kepada kontingen kami.

Selanjutnya, Teater! Lelah memang jika kita bekerja tanpa henti. Tak ada jeda satu atau dua hari, ketika hasil PEKSIMA 2016 diumumkan, keesokan harinya saya langsung fokus untuk menggarap teater. Saat saya kembali, proses mereka sudah setengah jalan. Jadi, saya hanya membantu hal-hal yang diperlukan; salah satunya konten publikasi. Kami membuat poster teater, teaser, dan tak lupa memperkenalkan kontingen kami kepada KBMT melalui akun Official BEM FTUB dan instagram @kontingenteknik. Sedikit yang saya bantu, karena memang sudah ada manager teater yang sangat hebat dan pantang menyerah. Dan singkat cerita, setelah tidak pernah membawa pulang piala, akhirnya Teater Saat meraih Penata Musik Terbaik dalam Lomba Festawijaya IV tingkat Fakultas. Bangga? Tentu saja!

Setelah Teater, Engineering Week 2016 adalah wadah karya kami - pekerja seni, selanjutnya. Saya berhasil membawa Kontingen GFT 2015 untuk tampil kembali dalam Engineering Week 2016, acara terbesar Teknik yang disaksikan oleh seluruh elemen KBMT. Tak hanya itu, saya beserta teman-teman juga berhasil mengumpulkan KBMT yang dapat menari saman untuk menampilkan Tari Saman di acara ini dengan membawa nama Teknik. Dan berkat penampilan kami, selanjutnya tari tradisional maupun tari saman sering ditawari job oleh jurusan-jurusan di Teknik untuk mengisi acara mereka. Hal yang lebih membahagiakan adalah, akhirnya saya ikut menari! Hore!

Ah... Mengingat keterbatasan fisik yang saya miliki, setelah itu saya memutuskan untuk beristirahat sejenak, sementara sahabat-sahabat saya lainnya masih totalitas dalam melanjutkan perjuangan minat dan bakat. Sahabat-sahabat saya ini merupakan orang-orang yang sangat hebat, yang tergabung dalam suatu tim bentukan dewan kami bernama Mikat Avengers. Program kerja-program kerja selanjutnya, seperti BFL, FBL, Violet Competition, Rektor Cup, dan Olimpiade Brawijaya 2016 pun berdatangan. Dan yang paling membanggakan, akhirnya Teknik meraih Juara Umum Olimpiade Brawijaya 2016. Gelar yang paling dinanti-nantikan Teknik sejak dahulu akhirnya berada dalam genggaman!

Apabila ingin menjelaskan tentang apa yang saya lakukan untuk minat dan bakat Teknik, sepertinya tak akan selesai, karena seluruh waktu, tenaga, dan pikiran yang selama ini saya berikan untuk Teknik adalah dalam ranah minat dan bakat. Memang, hal yang saya bisa hanya itu.

Seorang senior pernah berkata pada saya, “Kalau kamu mau kerja di mikat, harus siap capek. Gak akan pernah gak capek!”. Dan benar saja, tak jarang saya merasa sendirian dan bahkan sangat lelah hingga berpikir untuk berhenti. Di lain sisi, saya merasa sangat sia-sia, karena mereka yang tadinya seakan-akan bersikap selalu ada, lama kelamaan terkikis dengan sendirinya karena prioritas yang sudah berbeda. Sempar saya bertanya-tanya, mana mungkin kita bisa bekerja kalau sendirian? Dan bagaimana mungkin semua bisa berjalan seperti sediakala apabila tidak ada lagi yang bersedia meluangkan waktu, tenaga, pikiran, dan harus menelan kekesalan untuk hal ini?

Memang, saya percaya jika kita mencintai sesuatu hal, selelah dan sesakit apapun, pasti kita akan tetap berusaha untuk bertahan. Entahlah, saya merasa sangat terhubung dengan mereka, para atlet dan artis teknik, terutama artis yang seingkali saya sebut sebagai pekerja seni. Segala keluh kesah dan harapan mereka seakan-akan telah menjadi tanggung jawab saya. Meskipun bekerja dalam bidang ini lebih banyak lelah dan kesalnya, hingga saya harus bolak-balik ke dokter karena fisik yang kurang mendukung, tetapi saya menjalaninya dengan ikhlas dan bahagia. Bagi saya, melihat mereka tersenyum dan mampu menyalurkan minat dan bakatnya sudah cukup membayar semua lelah saya. 

Dari pengalaman-pengalaman sebelumnya, kebanyakan orang-orang yang mendaftarkan diri menjadi Staff Minat dan Bakat adalah orang-orang yang ingin mengembangkan atau menyalurkan hobinya. Padahal tugas pokok seorang Staff Minat dan Bakat bukanlah tentang itu, melainkan sebagai fasilitator bagi seluruh bidang/cabang yang dibutuhkan oleh Teknik, bukan hanya bidang/cabang yang disukai ataupun dikuasai. Semua orang pasti memiliki hobinya masing-masing, hanya saja sedikit sumber daya manusia yang bersedia meluangkan waktu dan tenaganya secara konsisten untuk memfasilitasi orang-orang itu untuk menyalurkan hobinya. Mungkin, itulah salah satu alasan yang menjelaskan mengapa banyak orang yang pergi. Memang saya akui, bekerja di balik layar, tanpa titel ataupun pengakuan, adalah hal yang cukup membuat dilema. Bayangkan saja, ketika kamu membantu suatu penggarapan karya, misalnya tari kontemporer, dan kebetulan memenangkan perlombaan, yang lebih terkenal sudah jelas penarinya bukan? 

Kadang, manusia memang membutuhkan pengakuan dan saya memaklumi itu. Maka dari itu, ketika ada orang yang benar-benar ingin membantu bidang minat dan bakat ini, saya akan mempertahankannya sekuat yang saya bisa. Saya selalu berusaha memberikan kesan positif agar ia tidak pernah pergi agar harapan saya tidak akan hilang seiring dengan berjalannya regenerasi. Dan semoga saja, saya di masa yang akan datang tidak akan pernah berpikir untuk mendapatkan titel ataupun pengakuan itu, tetapi tetap konsisten dengan tujuan utama saya – membantu.

Sebenarnya, poin yang ingin saya sampaikan kepada para pembaca bukanlah tentang ini; track record ataupun pengalaman dan opini saya yang mungkin terkesan angkuh dan skeptis. Saya hanya ingin mendeklarasikan eksistensi mereka, atlet dan artis teknik, terutama para pekerja seni teknik. Mereka tidak butuh pengakuan, tetapi alangkah baiknya jika kita sebagai KBMT sebisa mungkin memberikan apresiasi atas karya-karya yang telah mereka buat.

Luangkanlah waktumu tidak hanya untuk berforum hingga pagi hari, tetapi juga untuk menyaksikan pertunjukan-pertunjukan seni. Penuhilah tribun penonton ketika mereka bertanding dan tampil, jangan hanya penuh ketika teman sejurusanmu ingin maju menjadi Koordinator Lapangan. Sisihkanlah sedikit uangmu untuk membeli tiket masuk pertunjukan, jangan habiskan untuk membeli berkotak-kotak rokok yang merusak paru-parumu. Undanglah mereka sebagai pengisi di acara-acara milik jurusanmu, bukannya mengundang wanita-wanita dari fakultas sebelah.


Ingatlah Teknik tak hanya milikmu, tetapi juga milik kami, para pekerja seni.

Popular posts from this blog

Letters That Were Never Sent (Part 3)

Letters That Were Never Sent (Part 1)

Laporan Pertanggungjawaban: Edukasi Korupsi Sejak Dini?