Gembala Domba

Untuk apa meraih bintang, jika menjadi debu saja sanggup membawamu pulang?

Untuk apa menanti senja, jika pagi saja tak tega membuatmu durja?

Untuk apa bermimpi menjadi merpati, jika menjadi ayam pun tak membuatmu mati?


Engkau mengajarkan aku bahwa suatu perkara tak hanya dapat terselesaikan dengan solusi

Engkau menyadarkan aku tentang keindahan menerima tatkala aku sibuk mencari

Engkau menganjurkan aku untuk menutup pintu ketika aku bersikeras untuk membukanya


Terkutuklah aku jika mengaku tak terlena dengan segala puji-pujianmu

Hinalah aku jika mengaku tak bahagia tatkala menangkap senyummu

Munafiklah aku jika mengaku telah melupakan saat kita pertama berbalas kata


Hari telah senja, dan domba sudah kembali ke dalam kandangnya

Apakah aku harus tinggal dan menunggu kau datang membawa domba lainnya, wahai Gembala?

Jika kau hendak menjawab ya, maka aku memilih untuk hilang dan pergi sejauh-jauhnya

Agar kelak kau akan pergi mengejarku lebih lama lagi


M e n g a p a ?
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Karena engkaulah yang telah membuatku berani menulis lagi.

Popular posts from this blog

Letters That Were Never Sent (Part 3)

Letters That Were Never Sent (Part 1)

Laporan Pertanggungjawaban: Edukasi Korupsi Sejak Dini?