Hujan (part 1)


"Dan kuharap, menjadi bagianmu. Ku bisa gila, tak berharap


Dan kuharap, menjadi harapanmu. Ku bisa gila..."


Matanya.

Demi Tuhan, semua surga yang aku bayangkan dalam benakku tergambar secara isometri dalam keindahan matanya. Seperti bulir-bulir air yang jatuh dari langit yang mendung. Dan aku tengah menikmati gigilan serta kertak gigi yang sengaja diciptakan karenanya.

Herankah dirimu? Padahal kukira bentuk surga itu tergambar apik bak bintang, pelangi, atau matahari yang mampu membuat orang tersenyum dan mengeluarkan kata pujian. Tetapi ternyata surga di matanya lebih dari sekedar itu. Terlalu nyata menyaingi sinar matahari, terlalu gelap menyaingi terangnya bintang, terlalu muram menyaingi cerianya pelangi. Itulah surgaku.


Hujan.

Pernahkah kalian memandang langit dan menantang namanya? 
Atau bersikap sarkastik karena merasa sangat dirugikan karenanya?
Jika ya, maka enyahlah dirimu!
Kamu tidak tau betapa dahaganya diriku akan airnya!

Salahkah jika aku sungguh-sungguh menikmati rasanya aliran air kenestapaan itu, hingga mampu merasakan jari-jariku menekuk kedinginan?

Saat aku benar-benar sadar bahwa aku benci apapun yang berkaitan dengan dingin.

Salahkah jika aku memilih menyembunyikan tangisan di dalam deras airnya, sementara aku memiliki bahu seekor elang; sayap seekor merpati; dan cahaya sebuah bintang untuk menghapus semua air mataku?

Saat aku telah mengetahui apa akhir dari semua omong kosong tentang surga dan hujan itu, sejak awan-awan mendung miliknya datang, menebar warna kelabu menutupi langit.

Dan aku membiarkan diriku kehujanan.
K e h u j a n a n.

Terguyur air-air yang tampaknya menyuguhkan kebahagiaan, demi mencapai surga dalam matamu.


Hujan,
Jika suatu saat nanti aku sangat amat kedinginan apa yang kiranya akan kau lakukan?
Memanggil sebongkah awan, atau terus melimpahkan tangisan bahagiamu?


Karena aku telah mencoba meraih surgamu dan akan kujadikan surgaku.

Popular posts from this blog

Letters That Were Never Sent (Part 3)

Letters That Were Never Sent (Part 1)

Laporan Pertanggungjawaban: Edukasi Korupsi Sejak Dini?